A. Pengertian Kongenital
Kelainan
kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat
disebabkan oleh faktor genetik maupun nongenetik. Ilmu yang mempelajari
kelainan bawaan disebut dismorfologi. Dismorfologi merupakan kombinasi bidang
embriologi, genetika klinik, dan ilmu kesehatan anak. Selain itu, pengertian
lain tentang kelainan sejak lahir adalah defek lahir, yang dapat berwujud dalam
bentuk berbagai gangguan tumbuh-kembang bayi baru lahir, yang mencakup aspek
fisis, intelektual dan kepribadian.
B. Menurut Etiologi
Kelainan bawaan dapat dibedakan menjadi:
a.
Kelainan yang disebabkan oleh faktor genetik
Kelainan
karena faktor genetik adalah kelainan bawaan yang disebabkan oleh kelainan pada
unsur pembawa keturunan yaitu gen. Kelainan bawaan yang disebabkan oleh faktor
genetik dikelompokkan ke dalam kelainan akibat mutasi gen tunggal, kelainan
aberasi kromosom, dan kelainan multifaktorial (gabungan genetik dan pengaruh
lingkungan). Kelainan bawaan yang disebabkan oleh mutasi gen tunggal dapat
menunjukkan sifat autosomal dominan, autosomal resesif, dan x-linked.
b. Kelainan mutasi gen tunggal (single gen
mutant)
Kelainan
single gene mutant atau disebut juga pola pewarisan Mendel terbagi dalam
4 macam, antara lain autosomal resesif, autosomal dominan, x-linked
ressesive, dan x-linked dominant. Kelainan bawaan autosomal resesif
antara lain albino, defisiensi alfa-1-antitripsin thalassemia, fenilketonuria,
serta galaktosemia. Kelainan bawaan autosomal dominan antara lain aniridia,
sindrom Marfan, ginjal polikistik, retinoblastoma, korea Hutington,
hiperlipoproteinemia, dan lain-lain. Kelainan bawaan x-linked ressesive antara
lain diabetus insipidus, buta warna, distrofi muskularis Duchene, hemofilia,
iktiosis, serta retinitis pigmentosa. Kelainan bawaan x-linked dominant sangat
sedikit jenisnya, antara lain rakitis yang resisten terhadap pengobatan vitamin
D.
c. Gangguan keseimbangan akibat kelainan aberasi
kromosom
Kelainan
pada kromosom dibagi atas aberasi numerik dan aberasi struktural. Kelainan pada
struktur kromosom seperti delesi, translokasi, inversi, dan lain sebagainya,
ataupun perubahan jumlahnya (aberasi kromosom numerik/aneuploidi) yang biasanya
berupa trisomi, monosomi, tetrasomi, dan lain sebagainya. Kelainan bawaan berat
(biasanya merupakan anomali multipel) sering kali disebabkan aberasi kromosom.
Aberasi
numerik timbul karena terjadi kegagalan proses replikasi dan pemisahan sel anak
atau yang disebut juga non-disjunction, sedangkan aberasi struktural
terjadi apabila kromosom terputus, kemudian dapat bergabung kembali atau
hilang. Sebagai contoh aberasi kromosom antara lain sindrom trisomi 21, sindrom
trisomi 18, sindrom trisomi 13, sindrom Turner, dan sindrom Klinefelter.
Sejumlah gambaran yang lazim ditemukan pada anak yang mengalami kelainankromosom
antara lain bentuk muka yang aneh, telinga yang tidak normal, kelainan jantung
dan ginjal, kaki dan tangan yang tidak normal, guratan-guratan simian, guratan
tunggal pada jari yang kelima, serta lahir dengan berat badan yang rendah.
Pada
Tabel 1 di bawah ini ditunjukkan kelainan kromosom yang paling sering
ditemukan. Tidak semua kelainan kromosom ini berhubungan dengan suatu penyakit,
tetapi secara umum kelainan autosom menunjukkan gejala yang lebih berat bila
dibandingkan dengan kelainan kromosom seks, delesi lebih berat daripada
duplikasi. Pada kelainan autosom biasanya terdapat retardasi mental, malformasi
kongenital multipel, dismorfik, dan gagal tumbuh (pre atau pascanatal).
Tabel 1
Kelainan Kromosom yang Paling Sering Ditemukan
Kelainan
|
Angka Kejadian Saat Lahir
|
Translokasi balans
|
1 dari 500
|
Translokasi nonbalans
|
1 dari 2000
|
Inversi perisentrik
|
1 dari 100
|
Trisomi 21
|
1 dari 700
|
Trisomi 18
|
1 dari 3000
|
Trisomi 13
|
1 dari 5000
|
47 xxy
|
1 dari 1000 laki-laki
|
47 xxy
|
1 dari 1000 laki-laki
|
47 xxx
|
1 dari 1000 perempuan
|
45 x
|
1 dari 5000 perempuan
|
Sumber: Connor dan Smith
|
d. Kelainan
multifaktorial
Kelainan multifaktorial adalah faktor lingkungan
(nongenetik) yang dapat menyebabkan kelainan kongenital. Faktor lingkungan ini
termasuk faktor sosial, ekonomi, usia ibu saat hamil, teratogen, dan
sebagainya.
e. Kelainan
Non genetik
Kelainan oleh faktor nongenetik adalah kelainan yang disebabkan
oleh obat-obatan, teratogen, dan radiasi. Teratogen adalah obat, zat kimia,
infeksi, penyakit ibu yang berpengaruh pada janin sehingga menyebabkan kelainan
bentuk atau fungsi pada bayi yang dilahirkan.
Meskipun berbagai obat-obatan seperti aspirin, parasetamol,
sefalosporin, dan aminoglikosida dinyatakan tidak teratogen, keamanannya pada
kehamilan belum diketahui dan bila mungkin sebaiknya dihindari.
Alkohol yang dikonsumsi ibu lebih dari 150 gram per hari, merupakan
risiko penting bagi janinnya, tetapi kadar yang lebih rendahpun masih dapat
membahayakan. Bayi yang lahir dari ibu mengonsumsi alkohol mempunyai bentuk
muka yang khas dengan fisura palpebra yang pendek dan filtrum yang rata (tanpa
lekukan).
Tabel
2 Teratogen pada Manusia
Teratogen
|
Periode Kritis
|
Malformasi
|
Rubela
|
Risiko tinggi 6 mingu
Risiko rendah >16 minggu
|
Penyakit jantung bawaan (PDA), katarak, mikrosefali,
retardasi mental, katulian sensori neural, retinopati, insulin-dependent
diabetes melitus (20%)
|
Cytomegalovirus
|
Bulan kedua atau keempat
|
Reterdasi mental, mikrosefali pada 5-10%
|
Toxoplasmosis
|
Risiko 12% : 6-7 minggu
Risiko 60% : 17-18 minguu
|
Reterdasi mental, mikrosefali, karioretenitis
|
Alkohol
|
Trimester pertama?
|
Reterdasi mental, mikrosefali, penyakit jantung
bawaan, kelainan ginjal, gagal tumbuh, celah langit-langit, muka khas
|
Fenitoin (hidantoin)
|
Trimester I, sekitar 10% terkena
|
Hipoplasia falang distal, hidung pesek, pangkal
hidung datar dan lebar, ptosis, celah bibir dan langit-langit, reterdasi
mental, kemudian akan mempunyai risiko tinggi terhadap keganasan, terutama
neuroblastoma
|
Talidomid
|
34-50 hari HPHT
|
Phocomelia,
penyakit jantung bawaan, stenosis ani, atresia meatus auditori eksternal
|
Warfarin
|
Terpapar pada 6-9 minggu, mengakibatkan anomali
struktur pada 30%, setelah 16 minggu mungkin hanya menyebabkan reterdasi
mental
|
Hipoplasia hidung, gangguan saluran napas atas,
atrofi saraf optikus, falang distal pendek, reterdasi mental
|
Klorokuin
|
Ketulian, kekeruhan kornea, korioretinitis, penyakit
jantung bawaan
|
|
Natrium valproat
|
Defek tabung saraf (1-2%), hipospadia, mikrostomia,
hidung kecil, jari tangan panjang dan kurus, keterlambatan perkembangan
|
|
Sumber: Connor dan Smith
|
C. Menurut Patofisiologi
Kelainan
kongenital dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.
Malformasi
Malformasi adalah gangguan atau defek struktur utama dari organ
atau bagian organ yang diakibatkan oleh abnormalitas selama perkembangan.
Adanya malformasi menunjukkan bahwa pada masa awal embrio terdapat suatu
jaringan atau organ tertentu yang berhenti atau salah arah (misdirection) dalam
perkembangannya. Kebanyakan malformasi pada satu organ diturunkan secara
multifaktorial. Hal tersebut menggambarkan interaksi beberapa gen dengan
faktor-faktor lingkungan. Contoh: VSD, ASD, sumbing bibir/palatum, NTD (anencephaly;
myelo-meningocele)
2.
Deformasi
Deformasi adalah kerusakan yang disebabkan kekuatan mekanik
abnormal yang menyebabkan penyimpangan struktur normal.
Contoh:
dislokasi panggul dan talipes ringan (club foot).
Kedua kasus tersebut dapat disebabkan oleh oligohidramnion atau
ruang intrauterina yang sempit karena bayi kembar atau struktur uterus yang
abnormal. Deformasi seringkali terjadi pada kehamilan lanjut dan memiliki
prognosis yang baik apabila diberikan treatment yang sesuai.
3.
Disrupsi
Istilah disrupsi (disruption) mengacu pada struktur abnormal pada
organ atau jaringan sebagai akibat dari faktor eksternal yang mengganggu proses
perkembangan normal. Proses ini dikenal sebagai malformasi sekunder atau
malformasi ekstrinsik. Faktor-faktor ekstrinsik yang dapat mengganggu proses
perkembangan normal diantaranya adalah ischemia, infeksi, dan trauma.
Berdasarkan definisinya, disrupsi tidak disebabkan oleh faktor
genetik. Tetapi kadang-kadang faktor genetik dapat menjadi predisposisi
terjadinya disrupsi. Misalnya beberapa kasus amniotic band dapat disebabkan
oleh faktor genetik yang menyebabkan kerusakan kolagen sehingga melemahkan
amnion dan menjadikan amnion lebih mudah robek dan ruptur secara spontan.
Contoh:
amniotic band.
4.
Displasia
Displasia adalah ketidakteraturan sel dalam menyusun jaringan.
Efeknya biasanya dapat dilihat pada semua bagian tubuh dimana jaringan tersebut
terdapat.
Contohnya pada skeletal displasia seperti thanatophoric displasia
yang disebabkan mutasi FGFR3 yang menyebabkan hampir semua bagian tulang
mengalami kelainan. Demikian juga pada ektodermal displasia, kerusakan dapat
dijumpai pada semua organ turunan ektoderm seperti rambut, tulang, dan kuku.
Kebanyakan displasia diakibatkan kerusakan gen tunggal (single gene defect) dan
mempunyai resiko berulang yang tinggi pada saudara kandung (sibling) dan
keturunan penderita (offspring).
D. Beberapa macam pengelompokan kelainan Bawaan
Kelainan bawaan dikelompokkan berdasarkan hal-hal sebagai berikut:
1.
Menurut
gejala klinis
a.
Kelainan
tunggal (single-system defects)
Porsi terbesar kelainan kongenital terdiri atas kelainan yang hanya
mengenai satu regio dari satu organ (isolated). Contoh kelainan ini yang
juga merupakan kelainan kongenital yang tersering adalah celah bibir, club
foot, stenosis pilorus, dislokasi sendi panggul kongenital, dan penyakit
jantung bawaan. Sebagian besar kelainan pada kelompok ini penyebabnya adalah
multifaktorial, menggambarkan efek kumulatif dari berbagai efek yang ringan
dari berbagai gen, dan kemungkinan faktor lingkungan sebagai pencetusnya.
Kelainan ini meningkat angka kejadiannya pada beberapa keluarga dan suku,
tetapi tidak mengikuti pola hukum Mendel seperti pada kelainan yang disebabkan
oleh mutasi gen mayor. Secara klinis (mungkin juga secara patogenesis) kelainan
yang berdiri sendiri (isolated) ini identik dengan kelainan serupa yang
merupakan bagian dari suatu sindrom.
b.
Sekuens
Sekuens adalah kelainan ganda yang terjadi akibat efek domino atau
diawali oleh satu kejadian utama (primer) yang memicu kejadian berikutnya. Hal
ini sering terjadi akibat malformasi organ tunggal. Contoh, pada sekuens
‘Potter’, kebocoran yang kronis pada cairan amnion atau gangguan aliran urin
menyebabkan oligohidramnion. Hal tersebut kemudian mengakibabkan desakan pada
janin yang mengakibatkan dislokasi panggul, talipes dan hipoplasia pulmonal.
c.
Sindroma
Pada prakteknya istilah sindroma digunakan secara lebih luas.
Misalnya sebutan sindroma amniotic band. Tetapi secara teori istilah sindroma
digunakan untuk bentuk abnormalitas yang seringkali sudah diketahui
penyebabnya. Penyebab tersebut diantaranya adalah abnormalitas kromosom seperti
sindroma Down dan kerusakan gen tunggal seperti sindroma Van der Woude yaitu
sumbing bibir/palatum yang berasosiasi dengan celah pada bibir bawah (lip pit).
Saat ini sudah dikenal ribuan sindroma malformasi ganda. Bidang
ilmu yang khusus mempelajari sindroma disebut dismorfologi. Diagnosis individu
yang menderita sindroma dapat dilakukan dengan bantuan database komputer dengan
memasukkan beberapa kata kunci berupa kondisi abnormal pada pasien. Misalnya
dengan software database London Dysmorphology Database (LDDB) yang diterbitkan
oleh Universitas Oxford dan Pictures of Standard Syndromes and Undiagnosed
Malformations (POSSUM) yang diterbitkan oleh The Murdoch Institute for Research
into Birth Defects di Melbourne.
Walaupun demikian diagnosis beberapa kondisi dismorfik masih belum
dapat ditegakkan sehingga sangat sulit mendapatkan informasi yang akurat
tentang prognosis dan resiko berulangnya.
d.
Kompleks
(Complexes)
Istilah ini menggambarkan adanya pengaruh berbahaya yang mengenai
bagian utama dari suatu regio perkembangan embrio, yang mengakibatkan kelainan
pada berbagai struktur berdekatan yang mungkin sangat berbeda asal embriologinya
tetapi mempunyai letak yang sama pada titik tertentu saat perkembangan embrio.
Beberapa kompleks disebabkan oleh kelainan vaskuler. Penyimpangan pembentukan
pembuluh darah pada saat embriogenesis awal, dapat menyebabkan kelainan
pembentukan struktur yang diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut. Sebagai
contoh, absennya sebuah arteri secara total dapat menyebabkan tidak
terbentuknya sebagian atau seluruh tungkai yang sedang berkembang. Penyimpangan
arteri pada masa embrio mungkin akan mengakibatkan hipoplasia dari tulang dan
otot yang diperdarahinya. Contoh dari kompleks, termasuk hemifacial
microsomia, sacral agenesis, sirenomelia, Poland Anomaly,
dan Moebius Syndrome.
e.
Asosiasi
Istilah
asosiasi digunakan untuk kondisi malformasi tertentu yang cenderung terjadi
secara bersama-sama yang tidak dapat dijelaskan melalui proses sindroma dan
sekuens. Perbedaannya dengan sindroma adalah pada asosiasi terdapat rendahnya
kesamaan abnormalitas dari satu individu dibanding individu lainnya dan tidak
adanya penjelasan yang memuaskan tentang penyebabnya. Asosiasi seringkali
dinamai dengan menyingkat organ atau sistem organ yang mengalami abnormalitas.
Contoh: VATER, merupakan asosiasi dari abnormalitas
pada Vertebral, Anal, Tracheo-Esophageal dan Renal.
Asosiasi
mempunyai resiko berulang yang rendah dan secara umum tidak disebabkan oleh
genetik walaupun penyebabnya seringkali belum diketahui.
2.
Menurut berat ringannya
Kelainan
kongenital menurut berat ringannya dibedakan menjadi:
a.
Kelainan mayor
Kelainan
mayor adalah kelainan yang memerlukan tindakan medis segera demi mempertahankan
kelangsungan hidup penderitanya.
b.
Kelainan minor
Kelainan
minor adalah kelainan yang tidak memerlukan tindakan medis.
3.
Menurut Bentuk/Morfologi
Kelainan
kongenital dibedakan menjadi:
a)
Gangguan pertumbuhan atau pembentukan organ
tubuh, dimana tidak terbentuknya organ atau sebagian organ saja yang terbentuk,
seperti anensefalus, atau terbentuk tapi ukurannya lebih kecil dari normal,
seperti mikrosefali.
b)
Gangguan penyatuan/fusi jaringan tubuh, seperti
labiopalatoskisis, spina bifida
c)
Gangguan migrasi alat, misalnya malrotasi usus,
testis tidak turun.
d)
Gangguan invaginasi suatu jaringan, misalnya
pada atresia ani atau vagina
e)
Gangguan terbentuknya saluran-saluran, misalnya
hipospadia, atresia esofagus
4.
Menurut Tindakan Bedah yang Harus Dilakukan
Kelainan
kongenital dibedakan menjadi:
a.
Kelainan kongenital yang memerlukan tindakan
segera, dan bantuan tindakan harus dilakukan secepatnya karena kelainan
kongenital tersebut dapat mengancam jiwa bayi.
b.
Kelainan kongenital yang memerlukan tindakan
yang direncanakan, pada kasus ini tindakan dilakukan secara elektif.
E. Beberapa Kelainan Konginental yang dapat Dijumpai di Klinik
1.
Spina Bifida
Spina
Bifida termasuk dalam kelompok neural tube defect yaitu suatu celah pada
tulang belakang yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal
menutup atau gagal terbentuk secara utuh. Kelainan ini biasanya disertai
kelainan di daerah lain, misalnya hidrosefalus, atau gangguan fungsional yang
merupakan akibat langsung spina bifida sendiri, yakni gangguan neurologik yang
mengakibatkan gangguan fungsi otot dan pertumbuhan tulang pada tungkai bawah
serta gangguan fungsi otot sfingter.

Gambar 1
: Spina Bifida
2.
Labiopalatoskisis (Celah Bibir dan
Langit-langit)
Labiopalatoskisis
adalah kelainan kongenital pada bibir dan langit-langit yang dapat terjadi
secara terpisah atau bersamaan yang disebabkan oleh kegagalan atau penyatuan
struktur fasial embrionik yang tidak lengkap. Kelainan ini cenderung bersifat
diturunkan (hereditary), tetapi dapat terjadi akibat faktor non-genetik.
Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh
kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu. Komplikasi
potensial meliputi infeksi, otitis media, dan kehilangan pendengaran.
Clarke B mengatakan, pembentukan palatum / langit-langit
terjadi pada kehamilan 6 minggu, pada saat ini nasal pits dari prosesus
nasal lateral mengalami invaginasi dan menyatu, prosesus intermaksilaris
berkembang membentuk palatum primer Kehamilan minggu ke 8 – 9, dinding medial
prosesus maksilaris membentuk palatine shelves. Palatine shelves ini
bertumbuh kebawah, sejajar dengan permukaan lidah dan menyatu satu dengan yang
lain dengan palatum primer membentuk palatum sekunder .

Gambar 2
: Anantomi normal bibir dan langit-langit

Gambar 3
: Embriologi bibir

Gambar 4
: Perkembangan palatum pada usia kehamilan 6 minggu

Gambar 5
: Perkembangan palatum usia kehamilan 8-9 minggu

Gambar 6 : Variasi tipe celah bibir
dan langit-langit

Gambar 7 : Bibir normal dan tipe
celah bibir

Gambar 8 : Celah bibi, gusi dan langit-langit unilaeral kiri

Gambar 9 : Celah bibir, gusi
dan langit-langit
bilateral
3.
Hidrosefalus
Hidrosefalus
adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi,
sehingga terdapat pelebaran ventrikel dan dapat diakibatkan oleh gangguan
reabsorpsi LCS (hidrisefalus komunikans) atau diakibatkan oleh obstruksi aliran
LCS melalui ventrikel dan masuk ke dalam rongga subaraknoid (hidrosefalus non
komunikans).
Etiologi
hidrosefalus kongenital dapat bersifat heterogen. Pada dasarnya meliputi
produksi cairan serebrospinal di pleksus korioidalis yang berlebih, gangguan
absorpsi di vilus araknoidalis, dan obsruksi pada sirkulasi cairan
serebrospinal.
Gambar
10 : Hidroseflus
4.
Anensefalus
Anensefalus
adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang tengkorak dan otak tidak
terbentuk. Anensefalus merupakan suatu kelainan tabung saraf yang terjadi pada
awal perkembangan janin yang menyebabkan kerusakan pada jaringan pembentuk
otak. Salah satu gejala janin yang dikandung mengalami anensefalus jika ibu
hamil mengalami polihidramnion (cairan ketuban di dalam rahim terlalu banyak).
Prognosis untuk kehamilan dengan anensefalus sangat sedikit. Jika bayi lahir
hidup, maka biasanya akan mati dalam beberapa jam atau hari setelah lahir.
Gambar
11 : Anensefalus
5.
Omfalokel
Omfalokel
adalah kelainan yang berupa protusi isi rongga perut ke luar dinding perut
sekitar umbilicus, benjolan terbungkus dalam suatu kantong. Omfalokel terjadi
akibat hambatan kembalinya usus ke rongga perut dari posisi ekstra-abdominal di
daerah umbilicus yang terjadi dalam minggu keenam sampai kesepuluh kehidupan
janin. Terkadang kelainan ini bersamaan dengan terjadinya kelainan kongenital
lain, misalnya sindrom down. Pada omfalokel yang kecil, umumnya isi kantong
terdiri atas usus saja sedangkan pada yang besar dapat pula berisi hati atau
limpa.
Gambar
12 : Omfalokel
6.
Hernia Umblikaslis
Hernia
umbilikalis berbeda dengan omfalokel, yaitu kulit dan jaringan subkutis
menutupi benjolan herniasi pada defek tersebut, pada otot rektus abdominis
ditemukan adanya celah. Hernia umbilikalis bukanlah kelainan kongenital yang
memerlukan tindakan dini, kecuali bila hiatus hernia cukup lebar dan lebih dari
5 cm. Hernia umbilikalis yang kecil tidak memerlukan penatalaksanaan khusus,
umumnya akan menutup sendiri dalam beberapa bulan sampai 3 tahun.
Gambar
13 : Hernia Umblikalis
7.
Atresia Esofagus
Dari
segi anatomi, khususnya bila dilihat bentuk sumbatan dan hubungannya dengan
organ sekitar, terdapat bermacam-macam penampilan kelainan kongenital atresia
esophagus, misalnya jenis fistula trakeo-esofagus. Dari bentuk esofagus ini
yang terbanyak dijumpai (lebih kurang 80%) adalah atresia atau penyumbatan
bagian proksimal esofagus sedangkan bagian distalnya berhubungan dengan trakea
sebagai fistula trakeo-esofagus. Secara klinis, pada kelainan ini tampak air
ludah terkumpul dan terus meleleh atau berbusa, pada setiap pemberian minum
terlihat bayi menjadi sesak napas, batuk, muntah, dan biru.
Gambar
14 : Atresia esofagus
8.
Atresia dan Stenosis Duodenum
Pada
kehidupan janin, duodenum masih bersifat solid, perkembangan selanjutnya berupa
vakuolisasi secara progresif sehingga terbentuklah lumen. Gangguan pertumbuhan
inilah yang menyebabkan terjadinya atresia atau stenosis duodenum sering kali
diikuti kelainan pankreas anularis. Pada pemeriksaan fisis tampak dinding perut
yang memberi kesan skafoid karena tidak adanya gas atau cairan yang masuk ke
dalam usus dan kolon.
Gambar
15 : Atresia Duodenum
9.
Atresia dan Stenosis Jejunum/ileum
Jenis
kelainan kongenital ini merupakan salah satu obstruksi usus yang sering
dijumpai pada bayi baru lahir. Angka kejadian berkisar 1 per 1.500-2.000
kelahiran hidup. Patofisiologi atresia usus halus diduga terjadi sejak
kehidupan intrauterine sebagai volvulus, kelainan vaskular mesenterika, dan
intususepsi intrauterine. Sisa kejadian inilah yang kemudian menyebabkan
nekrosis usus halus yang masih steril menjadi atresia atau stenosis.
10. Obstruksi
pada Usus Besar
Salah
satu obstruksi pada usus besar yang agak sering dijumpai adalah gangguan
fungsional pada otot usus besar yang dikenal sebagai Hirschsprung Disease dimana
tidak dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon.
Umumnya kelainan ini baru diketahui setelah bayi berumur beberapa hari atau
bulan.
Gambar 17 : Obstruksi pada Usus Besar
11. Atresia
Ani
Patofisiologi
kelainan kongenital ini disebabkan karena adanya kegagalan kompleks pertumbuhan
septum urorektal, struktur mesoderm lateralis, dan struktur ectoderm dalam
pembentukan rektum dan traktus urinarius bagian bawah. Secara klinis letak
sumbatan dapat tinggi, yaitu di atas muskulus levator ani, atau letak rendah di
bawah otot tersebut. Pada bayi perempuan umumnya (90%) ditemukan adanya fistula
yang menghubungkan usus dengan perineum atau vagina, sedangkan pada bayi
laki-laki umumnya fistula tersebut menghubungkan bagian ujung kolon yang buntu
dengan traktus urinarius. Bila anus imperforata tidak disertai adanya fistula,
maka tidak ada jalan ke luar untuk udara dan mekonium, sehingga perlu segera
dilakukan tindakan bedah.
Gambar
18 : Atresia Ani
12. Peyakit
Jantung Bawaan (PJB)
Penyakit
jantung bawaan ada beraneka ragam. Pada bayi yang lahir dengan kelainan ini,
80% meninggal dunia dalam tahun pertama, diantaranya 1/3 meninggal pada minggu
pertama dan separuhnya dalam 1-2 bulan. Sebab PJB dapat bersifat eksogen atau
endogen. Faktor eksogen terjadi akibat adanya infeksi, pengaruh obat, pengaruh
radiasi, dan sebagainya. Pada periode organogenesis, faktor eksogen sangat
besar pengaruhnya terhadap diferensiasi jantung karena diferensiasi lengkap
susunan jantung terjadi sekitar kehamilan bulan kedua. Sebagai faktor endogen
dapat dikemukakan pengaruh faktor genetik, namun peranannya terhadap kejadian
penyakit PJB kecil. Dalam satu keturunan tidak selalu ditemukan adanya PJB.
Gambar
19 : Perbandingan jantung normal dan PJB
F. Insidensi
a.
Aborsi spontan pada trimester pertama
Diperkirakan
kurang lebih 50% dari hasil konsepsi pada masa pre-implantasi atau sekitar hari
ke 5-6 post-konsepsi sebelum seorang perempuan menyadari bahwa dirinya hamil
mengalami aborsi spontan. Sedangkan diantara kehamilan yang berhasil terdeteksi
sekurang-kurangnya 15% berakhir sebagai aborsi spontan sebelum 12 minggu
kehamilan atau trimester pertama. Walaupun dari struktur sisa-sisa kehamilan
sangat sulit diketahui penyebab aborsi spontan tersebut tetapi sebuah studi
populasi menunjukkan bahwa 80-85% disebabkan oleh abnormalitas struktur embrio.
Bentuk kelainannya bervariasi mulai dari tidak terbentuknya embrio (blighted
ovum) hingga bentuk tubuh yang tidak sempurna atau kelainan tertentu pada
sistem tubuh embrio.
Sedangkan abnormalitas kromosom seperti
trisomi, monosomi, atau triploidi ditemukan pada 50% dari semua kasus aborsi
spontan. Insidensi meningkat hingga 60% apabila disertai kelainan struktur
tubuh pada embrio.
b.
Kelainan kongenital dan kematian bayi baru
lahir (perinatal)
Kematian
bayi baru lahir meliputi bayi yang lahir/dilahirkan setelah kehamilan 28 minggu
dan bayi yang meninggal pada minggu pertama setelah dilahirkan. Sebuah
penelitian di Eropa dan Amerika Utara menunjukkan bahwa 25-30% kematian bayi
baru lahir disebabkan oleh kelainan struktur berat. Diantaranya 80% disebabkan
oleh kelainan genetik yang memiliki resiko berulang dengan kisaran antara 1%
atau lebih. Sedangkan pada negara berkembang kelainan struktur berat lebih
banyak disebabkan oleh faktor lingkungan.
c.
Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dan
anak-anak
Anomali
mayor didefinisikan sebagai satu kelainan yang mempengaruhi fungsi organ dan
penerimaan sosial seorang individu (Tabel 1). Sedangkan anomali minor adalah
kelainan yang tidak memerlukan tindakan medis dan tidak mempengaruhi
kepentingan kosmetis (Tabel 2). Sebuah survey menunjukkan bahwa 2-3% bayi baru
lahir mempunyai setidaknya satu anomali mayor pada saat lahir. Apabila ditambah
dengan abnormalitas yang muncul kemudian, seperti retardasi mental, maka
insidensinya dapat mencapai 5%. Anomali minor dijumpai pada hingga 10% bayi
baru lahir. Jika dijumpai dua atau lebih anomali minor maka resiko bayi
tersebut mempunyai anomali mayor menjadi 10-20%.
Penatalaksanaan pada bayi dengan anomali mayor
tergantung pada penyebab dan bentuk defeknya serta kemungkinan treatment yang
tersedia. Apabila prognosisnya tidak terlalu baik, 25% meninggal pada awal usia
kanak-kanak. Disamping itu 25% dapat menderita keterbatasan fisik dan mental.
Sedangkan 50% kondisinya cukup baik setelah menjalani treatment.
d.
Kematian pada masa kanak-kanak
Kelainan
kongenital mempunyai kontribusi yang tinggi pada kasus kematian pada masa
kanak-kanak. Kurang lebih 25% kematian pada tahun pertama disebabkan oleh
kelainan struktur mayor. Kejadian ini menurun hingga menjadi 20% pada umur 1
hingga 10 tahun. Dan menjadi sekitar 7,5% pada anak usia 10-15 tahun.
Dari keseluruhan insidensi anomali mayor dan
minor pada bayi baru lahir dan insidensi defek pada aborsi spontan trimester
pertama dapat disimpulkan sekurang-kurangnya 15% dari hasil konsepsi mempunyai
abnormalitas struktur. Sekurang-kurangnya 50% dari abnormalitas struktur
tersebut disebabkan oleh faktor genetik.
G. Daftar Pustaka
·
Departemen Ilmu Kesehatan Anak, 2013, Hubungan
Kelainan Kongenital Anomali Gastrointestinal pada Neonatus dan Kematian 2013,
Banda Aceh.
·
Merina, E., 2008, Gambaran Pemeriksaan ABR dan
Timpanometri Pasien Celah Bibir dan Langit-langit serta Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta.
·
Anonim, Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
·
Anonim, 2013, Pembelajaran Kelainan
Konginental, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang.
·
Hidayat, S., 2014, Penanganan Bayi dengan
Kelainan Konginental dan Konseling Genetik, Bandung.
·
Handimulya, D., 2005, Penyakit Jantung Bawaan,
Jakarta.