Jumat, 16 Oktober 2015

Kelainan Kongenital pada Anak

   A. Pengertian Kongenital
Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun nongenetik. Ilmu yang mempelajari kelainan bawaan disebut dismorfologi. Dismorfologi merupakan kombinasi bidang embriologi, genetika klinik, dan ilmu kesehatan anak. Selain itu, pengertian lain tentang kelainan sejak lahir adalah defek lahir, yang dapat berwujud dalam bentuk berbagai gangguan tumbuh-kembang bayi baru lahir, yang mencakup aspek fisis, intelektual dan kepribadian.

   B. Menurut Etiologi
            Kelainan bawaan dapat dibedakan menjadi:

a.       Kelainan yang disebabkan oleh faktor genetik
Kelainan karena faktor genetik adalah kelainan bawaan yang disebabkan oleh kelainan pada unsur pembawa keturunan yaitu gen. Kelainan bawaan yang disebabkan oleh faktor genetik dikelompokkan ke dalam kelainan akibat mutasi gen tunggal, kelainan aberasi kromosom, dan kelainan multifaktorial (gabungan genetik dan pengaruh lingkungan). Kelainan bawaan yang disebabkan oleh mutasi gen tunggal dapat menunjukkan sifat autosomal dominan, autosomal resesif, dan x-linked

b.     Kelainan mutasi gen tunggal (single gen mutant)
Kelainan single gene mutant atau disebut juga pola pewarisan Mendel terbagi dalam 4 macam, antara lain autosomal resesif, autosomal dominan, x-linked ressesive, dan x-linked dominant. Kelainan bawaan autosomal resesif antara lain albino, defisiensi alfa-1-antitripsin thalassemia, fenilketonuria, serta galaktosemia. Kelainan bawaan autosomal dominan antara lain aniridia, sindrom Marfan, ginjal polikistik, retinoblastoma, korea Hutington, hiperlipoproteinemia, dan lain-lain. Kelainan bawaan x-linked ressesive antara lain diabetus insipidus, buta warna, distrofi muskularis Duchene, hemofilia, iktiosis, serta retinitis pigmentosa. Kelainan bawaan x-linked dominant sangat sedikit jenisnya, antara lain rakitis yang resisten terhadap pengobatan vitamin D.

c.   Gangguan keseimbangan akibat kelainan aberasi kromosom
Kelainan pada kromosom dibagi atas aberasi numerik dan aberasi struktural. Kelainan pada struktur kromosom seperti delesi, translokasi, inversi, dan lain sebagainya, ataupun perubahan jumlahnya (aberasi kromosom numerik/aneuploidi) yang biasanya berupa trisomi, monosomi, tetrasomi, dan lain sebagainya. Kelainan bawaan berat (biasanya merupakan anomali multipel) sering kali disebabkan aberasi kromosom.
Aberasi numerik timbul karena terjadi kegagalan proses replikasi dan pemisahan sel anak atau yang disebut juga non-disjunction, sedangkan aberasi struktural terjadi apabila kromosom terputus, kemudian dapat bergabung kembali atau hilang. Sebagai contoh aberasi kromosom antara lain sindrom trisomi 21, sindrom trisomi 18, sindrom trisomi 13, sindrom Turner, dan sindrom Klinefelter. Sejumlah gambaran yang lazim ditemukan pada anak yang mengalami kelainankromosom antara lain bentuk muka yang aneh, telinga yang tidak normal, kelainan jantung dan ginjal, kaki dan tangan yang tidak normal, guratan-guratan simian, guratan tunggal pada jari yang kelima, serta lahir dengan berat badan yang rendah.
Pada Tabel 1 di bawah ini ditunjukkan kelainan kromosom yang paling sering ditemukan. Tidak semua kelainan kromosom ini berhubungan dengan suatu penyakit, tetapi secara umum kelainan autosom menunjukkan gejala yang lebih berat bila dibandingkan dengan kelainan kromosom seks, delesi lebih berat daripada duplikasi. Pada kelainan autosom biasanya terdapat retardasi mental, malformasi kongenital multipel, dismorfik, dan gagal tumbuh (pre atau pascanatal).

Tabel 1 Kelainan Kromosom yang Paling Sering Ditemukan
Kelainan
Angka Kejadian Saat Lahir
Translokasi balans
1 dari 500
Translokasi nonbalans
1 dari 2000
Inversi perisentrik
1 dari 100
Trisomi 21
1 dari 700
Trisomi 18
1 dari 3000
Trisomi 13
1 dari 5000
47 xxy
1 dari 1000 laki-laki
47 xxy
1 dari 1000 laki-laki
47 xxx
1 dari 1000 perempuan
45 x
1 dari 5000 perempuan
Sumber: Connor dan Smith
  
d.   Kelainan multifaktorial
Kelainan multifaktorial adalah faktor lingkungan (nongenetik) yang dapat menyebabkan kelainan kongenital. Faktor lingkungan ini termasuk faktor sosial, ekonomi, usia ibu saat hamil, teratogen, dan sebagainya.

e.     Kelainan Non genetik
Kelainan oleh faktor nongenetik adalah kelainan yang disebabkan oleh obat-obatan, teratogen, dan radiasi. Teratogen adalah obat, zat kimia, infeksi, penyakit ibu yang berpengaruh pada janin sehingga menyebabkan kelainan bentuk atau fungsi pada bayi yang dilahirkan.
Meskipun berbagai obat-obatan seperti aspirin, parasetamol, sefalosporin, dan aminoglikosida dinyatakan tidak teratogen, keamanannya pada kehamilan belum diketahui dan bila mungkin sebaiknya dihindari.
Alkohol yang dikonsumsi ibu lebih dari 150 gram per hari, merupakan risiko penting bagi janinnya, tetapi kadar yang lebih rendahpun masih dapat membahayakan. Bayi yang lahir dari ibu mengonsumsi alkohol mempunyai bentuk muka yang khas dengan fisura palpebra yang pendek dan filtrum yang rata (tanpa lekukan).

Tabel 2 Teratogen pada Manusia
Teratogen
Periode Kritis
Malformasi
Rubela
Risiko tinggi 6 mingu
Risiko rendah >16 minggu
Penyakit jantung bawaan (PDA), katarak, mikrosefali, retardasi mental, katulian sensori neural, retinopati, insulin-dependent diabetes melitus (20%)
Cytomegalovirus
Bulan kedua atau keempat
Reterdasi mental, mikrosefali pada 5-10%
Toxoplasmosis
Risiko 12% : 6-7 minggu
Risiko 60% : 17-18 minguu
Reterdasi mental, mikrosefali, karioretenitis
Alkohol
Trimester pertama?
Reterdasi mental, mikrosefali, penyakit jantung bawaan, kelainan ginjal, gagal tumbuh, celah langit-langit, muka khas
Fenitoin (hidantoin)
Trimester I, sekitar 10% terkena
Hipoplasia falang distal, hidung pesek, pangkal hidung datar dan lebar, ptosis, celah bibir dan langit-langit, reterdasi mental, kemudian akan mempunyai risiko tinggi terhadap keganasan, terutama neuroblastoma
Talidomid
34-50 hari HPHT
Phocomelia, penyakit jantung bawaan, stenosis ani, atresia meatus auditori eksternal
Warfarin
Terpapar pada 6-9 minggu, mengakibatkan anomali struktur pada 30%, setelah 16 minggu mungkin hanya menyebabkan reterdasi mental
Hipoplasia hidung, gangguan saluran napas atas, atrofi saraf optikus, falang distal pendek, reterdasi mental
Klorokuin

Ketulian, kekeruhan kornea, korioretinitis, penyakit jantung bawaan
Natrium valproat

Defek tabung saraf (1-2%), hipospadia, mikrostomia, hidung kecil, jari tangan panjang dan kurus, keterlambatan perkembangan
Sumber: Connor dan Smith

   C. Menurut Patofisiologi
           Kelainan kongenital dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.      Malformasi
Malformasi adalah gangguan atau defek struktur utama dari organ atau bagian organ yang diakibatkan oleh abnormalitas selama perkembangan. Adanya malformasi menunjukkan bahwa pada masa awal embrio terdapat suatu jaringan atau organ tertentu yang berhenti atau salah arah (misdirection) dalam perkembangannya. Kebanyakan malformasi pada satu organ diturunkan secara multifaktorial. Hal tersebut menggambarkan interaksi beberapa gen dengan faktor-faktor lingkungan. Contoh: VSD, ASD, sumbing bibir/palatum, NTD (anencephaly; myelo-meningocele)

2.      Deformasi
Deformasi adalah kerusakan yang disebabkan kekuatan mekanik abnormal yang menyebabkan penyimpangan struktur normal.
Contoh: dislokasi panggul dan talipes ringan (club foot).
Kedua kasus tersebut dapat disebabkan oleh oligohidramnion atau ruang intrauterina yang sempit karena bayi kembar atau struktur uterus yang abnormal. Deformasi seringkali terjadi pada kehamilan lanjut dan memiliki prognosis yang baik apabila diberikan treatment yang sesuai.

3.      Disrupsi
Istilah disrupsi (disruption) mengacu pada struktur abnormal pada organ atau jaringan sebagai akibat dari faktor eksternal yang mengganggu proses perkembangan normal. Proses ini dikenal sebagai malformasi sekunder atau malformasi ekstrinsik. Faktor-faktor ekstrinsik yang dapat mengganggu proses perkembangan normal diantaranya adalah ischemia, infeksi, dan trauma.
Berdasarkan definisinya, disrupsi tidak disebabkan oleh faktor genetik. Tetapi kadang-kadang faktor genetik dapat menjadi predisposisi terjadinya disrupsi. Misalnya beberapa kasus amniotic band dapat disebabkan oleh faktor genetik yang menyebabkan kerusakan kolagen sehingga melemahkan amnion dan menjadikan amnion lebih mudah robek dan ruptur secara spontan.
Contoh: amniotic band.

4.      Displasia
Displasia adalah ketidakteraturan sel dalam menyusun jaringan. Efeknya biasanya dapat dilihat pada semua bagian tubuh dimana jaringan tersebut terdapat.

Contohnya pada skeletal displasia seperti thanatophoric displasia yang disebabkan mutasi FGFR3 yang menyebabkan hampir semua bagian tulang mengalami kelainan. Demikian juga pada ektodermal displasia, kerusakan dapat dijumpai pada semua organ turunan ektoderm seperti rambut, tulang, dan kuku. Kebanyakan displasia diakibatkan kerusakan gen tunggal (single gene defect) dan mempunyai resiko berulang yang tinggi pada saudara kandung (sibling) dan keturunan penderita (offspring). 
   D. Beberapa macam pengelompokan kelainan Bawaan
           Kelainan bawaan dikelompokkan berdasarkan hal-hal sebagai berikut:
         1.      Menurut gejala klinis
a.       Kelainan tunggal (single-system defects)
Porsi terbesar kelainan kongenital terdiri atas kelainan yang hanya mengenai satu regio dari satu organ (isolated). Contoh kelainan ini yang juga merupakan kelainan kongenital yang tersering adalah celah bibir, club foot, stenosis pilorus, dislokasi sendi panggul kongenital, dan penyakit jantung bawaan. Sebagian besar kelainan pada kelompok ini penyebabnya adalah multifaktorial, menggambarkan efek kumulatif dari berbagai efek yang ringan dari berbagai gen, dan kemungkinan faktor lingkungan sebagai pencetusnya. Kelainan ini meningkat angka kejadiannya pada beberapa keluarga dan suku, tetapi tidak mengikuti pola hukum Mendel seperti pada kelainan yang disebabkan oleh mutasi gen mayor. Secara klinis (mungkin juga secara patogenesis) kelainan yang berdiri sendiri (isolated) ini identik dengan kelainan serupa yang merupakan bagian dari suatu sindrom.

b.      Sekuens
Sekuens adalah kelainan ganda yang terjadi akibat efek domino atau diawali oleh satu kejadian utama (primer) yang memicu kejadian berikutnya. Hal ini sering terjadi akibat malformasi organ tunggal. Contoh, pada sekuens ‘Potter’, kebocoran yang kronis pada cairan amnion atau gangguan aliran urin menyebabkan oligohidramnion. Hal tersebut kemudian mengakibabkan desakan pada janin yang mengakibatkan dislokasi panggul, talipes dan hipoplasia pulmonal.

c.       Sindroma
Pada prakteknya istilah sindroma digunakan secara lebih luas. Misalnya sebutan sindroma amniotic band. Tetapi secara teori istilah sindroma digunakan untuk bentuk abnormalitas yang seringkali sudah diketahui penyebabnya. Penyebab tersebut diantaranya adalah abnormalitas kromosom seperti sindroma Down dan kerusakan gen tunggal seperti sindroma Van der Woude yaitu sumbing bibir/palatum yang berasosiasi dengan celah pada bibir bawah (lip pit).
Saat ini sudah dikenal ribuan sindroma malformasi ganda. Bidang ilmu yang khusus mempelajari sindroma disebut dismorfologi. Diagnosis individu yang menderita sindroma dapat dilakukan dengan bantuan database komputer dengan memasukkan beberapa kata kunci berupa kondisi abnormal pada pasien. Misalnya dengan software database London Dysmorphology Database (LDDB) yang diterbitkan oleh Universitas Oxford dan Pictures of Standard Syndromes and Undiagnosed Malformations (POSSUM) yang diterbitkan oleh The Murdoch Institute for Research into Birth Defects di Melbourne.
Walaupun demikian diagnosis beberapa kondisi dismorfik masih belum dapat ditegakkan sehingga sangat sulit mendapatkan informasi yang akurat tentang prognosis dan resiko berulangnya.

d.      Kompleks (Complexes)
Istilah ini menggambarkan adanya pengaruh berbahaya yang mengenai bagian utama dari suatu regio perkembangan embrio, yang mengakibatkan kelainan pada berbagai struktur berdekatan yang mungkin sangat berbeda asal embriologinya tetapi mempunyai letak yang sama pada titik tertentu saat perkembangan embrio. Beberapa kompleks disebabkan oleh kelainan vaskuler. Penyimpangan pembentukan pembuluh darah pada saat embriogenesis awal, dapat menyebabkan kelainan pembentukan struktur yang diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut. Sebagai contoh, absennya sebuah arteri secara total dapat menyebabkan tidak terbentuknya sebagian atau seluruh tungkai yang sedang berkembang. Penyimpangan arteri pada masa embrio mungkin akan mengakibatkan hipoplasia dari tulang dan otot yang diperdarahinya. Contoh dari kompleks, termasuk hemifacial microsomia, sacral agenesis, sirenomelia, Poland Anomaly, dan Moebius Syndrome.

e.       Asosiasi
Istilah asosiasi digunakan untuk kondisi malformasi tertentu yang cenderung terjadi secara bersama-sama yang tidak dapat dijelaskan melalui proses sindroma dan sekuens. Perbedaannya dengan sindroma adalah pada asosiasi terdapat rendahnya kesamaan abnormalitas dari satu individu dibanding individu lainnya dan tidak adanya penjelasan yang memuaskan tentang penyebabnya. Asosiasi seringkali dinamai dengan menyingkat organ atau sistem organ yang mengalami abnormalitas.
Contoh: VATER, merupakan asosiasi dari abnormalitas pada Vertebral, Anal, Tracheo-Esophageal dan Renal.
Asosiasi mempunyai resiko berulang yang rendah dan secara umum tidak disebabkan oleh genetik walaupun penyebabnya seringkali belum diketahui.

2.      Menurut berat ringannya
Kelainan kongenital menurut berat ringannya dibedakan menjadi:
a.       Kelainan mayor
Kelainan mayor adalah kelainan yang memerlukan tindakan medis segera demi mempertahankan kelangsungan hidup penderitanya.
b.      Kelainan minor
Kelainan minor adalah kelainan yang tidak memerlukan tindakan medis.

3.      Menurut Bentuk/Morfologi
Kelainan kongenital dibedakan menjadi:
a)      Gangguan pertumbuhan atau pembentukan organ tubuh, dimana tidak terbentuknya organ atau sebagian organ saja yang terbentuk, seperti anensefalus, atau terbentuk tapi ukurannya lebih kecil dari normal, seperti mikrosefali.
b)      Gangguan penyatuan/fusi jaringan tubuh, seperti labiopalatoskisis, spina bifida
c)      Gangguan migrasi alat, misalnya malrotasi usus, testis tidak turun.
d)     Gangguan invaginasi suatu jaringan, misalnya pada atresia ani atau vagina
e)      Gangguan terbentuknya saluran-saluran, misalnya hipospadia, atresia esofagus

4.      Menurut Tindakan Bedah yang Harus Dilakukan
Kelainan kongenital dibedakan menjadi:
a.       Kelainan kongenital yang memerlukan tindakan segera, dan bantuan tindakan harus dilakukan secepatnya karena kelainan kongenital tersebut dapat mengancam jiwa bayi.
b.      Kelainan kongenital yang memerlukan tindakan yang direncanakan, pada kasus ini tindakan dilakukan secara elektif. 

   E. Beberapa Kelainan Konginental yang dapat Dijumpai di Klinik
1.      Spina Bifida
Spina Bifida termasuk dalam kelompok neural tube defect yaitu suatu celah pada tulang belakang yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh. Kelainan ini biasanya disertai kelainan di daerah lain, misalnya hidrosefalus, atau gangguan fungsional yang merupakan akibat langsung spina bifida sendiri, yakni gangguan neurologik yang mengakibatkan gangguan fungsi otot dan pertumbuhan tulang pada tungkai bawah serta gangguan fungsi otot sfingter.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjouriSnd3csnR2mMjPzqxfjRl-NEPZBCvbSC16BxgUgb5G4SoCjcnDg5X3sz4ZOLyj2CgHAv5hR4uiGkN5rLFWc7swlHiA77DdMcsv5KLZHYZzSjLqVXpjf9PXnh6apvcOhwmQxUK0Tp0/s320/
Gambar 1 : Spina Bifida

2.      Labiopalatoskisis (Celah Bibir dan Langit-langit)
Labiopalatoskisis adalah kelainan kongenital pada bibir dan langit-langit yang dapat terjadi secara terpisah atau bersamaan yang disebabkan oleh kegagalan atau penyatuan struktur fasial embrionik yang tidak lengkap. Kelainan ini cenderung bersifat diturunkan (hereditary), tetapi dapat terjadi akibat faktor non-genetik. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu. Komplikasi potensial meliputi infeksi, otitis media, dan kehilangan pendengaran.
Clarke B mengatakan, pembentukan palatum / langit-langit terjadi pada kehamilan 6 minggu, pada saat ini nasal pits dari prosesus nasal lateral mengalami invaginasi dan menyatu, prosesus intermaksilaris berkembang membentuk palatum primer Kehamilan minggu ke 8 – 9, dinding medial prosesus maksilaris membentuk palatine shelves. Palatine shelves ini bertumbuh kebawah, sejajar dengan permukaan lidah dan menyatu satu dengan yang lain dengan palatum primer membentuk palatum sekunder .

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgvYt6AWM1gBKO9DeAat6dGEo_B0vHvmxYjsU1oEJLo4nrnDvLnIxjHZ5TiNAa4p7bFUBMKX5CodYrLO2zZfMvCpJucjzDan-JSqrUk-KI2jT7c23cJ5144kN4zu5-C-2uRM2UlWLkRF5M/s1600/
Gambar 2 : Anantomi normal bibir dan langit-langit

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgefvZ3spaUFR50Soi2FCpS3r0LXXy6EugD5ErlPDYVbrm9vkQ3CjJJmPg88aTtV-Bsq6g1gK3-7K4PjDxprh-NTzUY9tMRtpBPcaiIUOzVZnvEJ1fHpEl45cbj4gBLQ85eE-P-bzK2A_I/s1600/ 


Gambar 3 : Embriologi bibir

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgM_t4rCdCCgFXK0JFfbjzEHb9TK65GayJkmZCVelCbvl1glGAuPwN-oj4haTXteEFap0-DTbILMHDFHgWB1An4itwo29_IPqGHOsIanWaUkpsZWvcl_N-3VkrpogssGtKsZwemqbEobDU/s320/
Gambar 4 : Perkembangan palatum pada usia kehamilan 6 minggu

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2xHTOT45GU037xbLzhF7PTYrP6c2k07NF3RRgGOLSuBhqG1Z_8hTu6-uv1glEkECGaiCYVnZxsVPellhsCG-dLv447f4GWbg4zpbuXMy6ft-FOIfVuJnLtPteSUtSnk96lKdliXgma5Q/s320/
Gambar 5 : Perkembangan palatum usia kehamilan 8-9 minggu

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjroGmr5bjKhlNYGzp2tlMZDGmwBG6rfBJXm7RUklixVTpqM1XDqxoEE4tgi9ltkg9td5SDffHUB3IKtcnseTbCUSory-Rl5jVw7EtXxu3f2oINgw6rzLMf3My6uKbCJu-9q_RlldrW8tI/s320/
Gambar 6 : Variasi tipe celah bibir dan langit-langit

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrmvSrQ7Y2kMEL1wGVQGbzh8XHOGJ9ddLPZitgYdsHW7MxSSYkX1RcZBjM96DtJC5XeU7fKt3W6Zx6MeyTa8m_HD9hROazZMGjUIAXjj0PlPvXehKcm8rI-6GTXrqdec14_QxD85d4DCU/s1600/
Gambar 7 : Bibir normal dan tipe celah bibir

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgdm56s93Bb09niN7fin-KJzKBRaQLuovcOFUf49iVKUxeuV-a4NYaz1fj2xmgaqDon_0rBFTm_T870WCTcU33RhjgwD7lzbp9SBKgUM3ueY_wdaUNNhlHmOAHhVLaDxnFNA6XbJLJb508/s1600/  
Gambar 8 : Celah bibi, gusi dan langit-langit unilaeral kiri

  https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiU9nhDebkSrHwKkX_RiybI61K38tmXdZ7K1qMQMlw5Tz_xCyBaWlToRUn0g6kBP4zsOPcD0YzveTC-J8QMb9h5i-qxeSoqFBtvkRtg9OCPD6M6VgF6XF3yj9VY2t2PNjwDF8Q7HYsvAK4/s1600/
                   Gambar 9 : Celah bibir, gusi dan langit-langit bilateral


3.      Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel dan dapat diakibatkan oleh gangguan reabsorpsi LCS (hidrisefalus komunikans) atau diakibatkan oleh obstruksi aliran LCS melalui ventrikel dan masuk ke dalam rongga subaraknoid (hidrosefalus non komunikans).
Etiologi hidrosefalus kongenital dapat bersifat heterogen. Pada dasarnya meliputi produksi cairan serebrospinal di pleksus korioidalis yang berlebih, gangguan absorpsi di vilus araknoidalis, dan obsruksi pada sirkulasi cairan serebrospinal.


Gambar 10 : Hidroseflus

4.      Anensefalus
Anensefalus adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang tengkorak dan otak tidak terbentuk. Anensefalus merupakan suatu kelainan tabung saraf yang terjadi pada awal perkembangan janin yang menyebabkan kerusakan pada jaringan pembentuk otak. Salah satu gejala janin yang dikandung mengalami anensefalus jika ibu hamil mengalami polihidramnion (cairan ketuban di dalam rahim terlalu banyak). Prognosis untuk kehamilan dengan anensefalus sangat sedikit. Jika bayi lahir hidup, maka biasanya akan mati dalam beberapa jam atau hari setelah lahir.


Gambar 11 : Anensefalus

5.      Omfalokel
Omfalokel adalah kelainan yang berupa protusi isi rongga perut ke luar dinding perut sekitar umbilicus, benjolan terbungkus dalam suatu kantong. Omfalokel terjadi akibat hambatan kembalinya usus ke rongga perut dari posisi ekstra-abdominal di daerah umbilicus yang terjadi dalam minggu keenam sampai kesepuluh kehidupan janin. Terkadang kelainan ini bersamaan dengan terjadinya kelainan kongenital lain, misalnya sindrom down. Pada omfalokel yang kecil, umumnya isi kantong terdiri atas usus saja sedangkan pada yang besar dapat pula berisi hati atau limpa.


Gambar 12 : Omfalokel

6.      Hernia Umblikaslis
Hernia umbilikalis berbeda dengan omfalokel, yaitu kulit dan jaringan subkutis menutupi benjolan herniasi pada defek tersebut, pada otot rektus abdominis ditemukan adanya celah. Hernia umbilikalis bukanlah kelainan kongenital yang memerlukan tindakan dini, kecuali bila hiatus hernia cukup lebar dan lebih dari 5 cm. Hernia umbilikalis yang kecil tidak memerlukan penatalaksanaan khusus, umumnya akan menutup sendiri dalam beberapa bulan sampai 3 tahun.

Gambar 13 : Hernia Umblikalis

7.      Atresia Esofagus
Dari segi anatomi, khususnya bila dilihat bentuk sumbatan dan hubungannya dengan organ sekitar, terdapat bermacam-macam penampilan kelainan kongenital atresia esophagus, misalnya jenis fistula trakeo-esofagus. Dari bentuk esofagus ini yang terbanyak dijumpai (lebih kurang 80%) adalah atresia atau penyumbatan bagian proksimal esofagus sedangkan bagian distalnya berhubungan dengan trakea sebagai fistula trakeo-esofagus. Secara klinis, pada kelainan ini tampak air ludah terkumpul dan terus meleleh atau berbusa, pada setiap pemberian minum terlihat bayi menjadi sesak napas, batuk, muntah, dan biru.

Gambar 14 : Atresia esofagus


8.      Atresia dan Stenosis Duodenum
Pada kehidupan janin, duodenum masih bersifat solid, perkembangan selanjutnya berupa vakuolisasi secara progresif sehingga terbentuklah lumen. Gangguan pertumbuhan inilah yang menyebabkan terjadinya atresia atau stenosis duodenum sering kali diikuti kelainan pankreas anularis. Pada pemeriksaan fisis tampak dinding perut yang memberi kesan skafoid karena tidak adanya gas atau cairan yang masuk ke dalam usus dan kolon.
Gambar 15 : Atresia Duodenum

9.      Atresia dan Stenosis Jejunum/ileum
Jenis kelainan kongenital ini merupakan salah satu obstruksi usus yang sering dijumpai pada bayi baru lahir. Angka kejadian berkisar 1 per 1.500-2.000 kelahiran hidup. Patofisiologi atresia usus halus diduga terjadi sejak kehidupan intrauterine sebagai volvulus, kelainan vaskular mesenterika, dan intususepsi intrauterine. Sisa kejadian inilah yang kemudian menyebabkan nekrosis usus halus yang masih steril menjadi atresia atau stenosis.


Gambar 16 : Atresia dan Stenosis Jejunum

10.  Obstruksi pada Usus Besar
Salah satu obstruksi pada usus besar yang agak sering dijumpai adalah gangguan fungsional pada otot usus besar yang dikenal sebagai Hirschsprung Disease dimana tidak dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. Umumnya kelainan ini baru diketahui setelah bayi berumur beberapa hari atau bulan.


Gambar 17 : Obstruksi pada Usus Besar

11.  Atresia Ani
Patofisiologi kelainan kongenital ini disebabkan karena adanya kegagalan kompleks pertumbuhan septum urorektal, struktur mesoderm lateralis, dan struktur ectoderm dalam pembentukan rektum dan traktus urinarius bagian bawah. Secara klinis letak sumbatan dapat tinggi, yaitu di atas muskulus levator ani, atau letak rendah di bawah otot tersebut. Pada bayi perempuan umumnya (90%) ditemukan adanya fistula yang menghubungkan usus dengan perineum atau vagina, sedangkan pada bayi laki-laki umumnya fistula tersebut menghubungkan bagian ujung kolon yang buntu dengan traktus urinarius. Bila anus imperforata tidak disertai adanya fistula, maka tidak ada jalan ke luar untuk udara dan mekonium, sehingga perlu segera dilakukan tindakan bedah.


Gambar 18 : Atresia Ani

12.  Peyakit Jantung Bawaan (PJB)
Penyakit jantung bawaan ada beraneka ragam. Pada bayi yang lahir dengan kelainan ini, 80% meninggal dunia dalam tahun pertama, diantaranya 1/3 meninggal pada minggu pertama dan separuhnya dalam 1-2 bulan. Sebab PJB dapat bersifat eksogen atau endogen. Faktor eksogen terjadi akibat adanya infeksi, pengaruh obat, pengaruh radiasi, dan sebagainya. Pada periode organogenesis, faktor eksogen sangat besar pengaruhnya terhadap diferensiasi jantung karena diferensiasi lengkap susunan jantung terjadi sekitar kehamilan bulan kedua. Sebagai faktor endogen dapat dikemukakan pengaruh faktor genetik, namun peranannya terhadap kejadian penyakit PJB kecil. Dalam satu keturunan tidak selalu ditemukan adanya PJB.


Gambar 19 : Perbandingan jantung normal dan PJB

   F. Insidensi
a.       Aborsi spontan pada trimester pertama
Diperkirakan kurang lebih 50% dari hasil konsepsi pada masa pre-implantasi atau sekitar hari ke 5-6 post-konsepsi sebelum seorang perempuan menyadari bahwa dirinya hamil mengalami aborsi spontan. Sedangkan diantara kehamilan yang berhasil terdeteksi sekurang-kurangnya 15% berakhir sebagai aborsi spontan sebelum 12 minggu kehamilan atau trimester pertama. Walaupun dari struktur sisa-sisa kehamilan sangat sulit diketahui penyebab aborsi spontan tersebut tetapi sebuah studi populasi menunjukkan bahwa 80-85% disebabkan oleh abnormalitas struktur embrio. Bentuk kelainannya bervariasi mulai dari tidak terbentuknya embrio (blighted ovum) hingga bentuk tubuh yang tidak sempurna atau kelainan tertentu pada sistem tubuh embrio.
Sedangkan abnormalitas kromosom seperti trisomi, monosomi, atau triploidi ditemukan pada 50% dari semua kasus aborsi spontan. Insidensi meningkat hingga 60% apabila disertai kelainan struktur tubuh pada embrio.

b.      Kelainan kongenital dan kematian bayi baru lahir (perinatal)
Kematian bayi baru lahir meliputi bayi yang lahir/dilahirkan setelah kehamilan 28 minggu dan bayi yang meninggal pada minggu pertama setelah dilahirkan. Sebuah penelitian di Eropa dan Amerika Utara menunjukkan bahwa 25-30% kematian bayi baru lahir disebabkan oleh kelainan struktur berat. Diantaranya 80% disebabkan oleh kelainan genetik yang memiliki resiko berulang dengan kisaran antara 1% atau lebih. Sedangkan pada negara berkembang kelainan struktur berat lebih banyak disebabkan oleh faktor lingkungan.

c.       Kelainan kongenital pada bayi baru lahir dan anak-anak
Anomali mayor didefinisikan sebagai satu kelainan yang mempengaruhi fungsi organ dan penerimaan sosial seorang individu (Tabel 1). Sedangkan anomali minor adalah kelainan yang tidak memerlukan tindakan medis dan tidak mempengaruhi kepentingan kosmetis (Tabel 2). Sebuah survey menunjukkan bahwa 2-3% bayi baru lahir mempunyai setidaknya satu anomali mayor pada saat lahir. Apabila ditambah dengan abnormalitas yang muncul kemudian, seperti retardasi mental, maka insidensinya dapat mencapai 5%. Anomali minor dijumpai pada hingga 10% bayi baru lahir. Jika dijumpai dua atau lebih anomali minor maka resiko bayi tersebut mempunyai anomali mayor menjadi 10-20%.
Penatalaksanaan pada bayi dengan anomali mayor tergantung pada penyebab dan bentuk defeknya serta kemungkinan treatment yang tersedia. Apabila prognosisnya tidak terlalu baik, 25% meninggal pada awal usia kanak-kanak. Disamping itu 25% dapat menderita keterbatasan fisik dan mental. Sedangkan 50% kondisinya cukup baik setelah menjalani treatment.

d.      Kematian pada masa kanak-kanak
Kelainan kongenital mempunyai kontribusi yang tinggi pada kasus kematian pada masa kanak-kanak. Kurang lebih 25% kematian pada tahun pertama disebabkan oleh kelainan struktur mayor. Kejadian ini menurun hingga menjadi 20% pada umur 1 hingga 10 tahun. Dan menjadi sekitar 7,5% pada anak usia 10-15 tahun.
Dari keseluruhan insidensi anomali mayor dan minor pada bayi baru lahir dan insidensi defek pada aborsi spontan trimester pertama dapat disimpulkan sekurang-kurangnya 15% dari hasil konsepsi mempunyai abnormalitas struktur. Sekurang-kurangnya 50% dari abnormalitas struktur tersebut disebabkan oleh faktor genetik.

   G. Daftar Pustaka
·         Departemen Ilmu Kesehatan Anak, 2013, Hubungan Kelainan Kongenital Anomali Gastrointestinal pada Neonatus dan Kematian 2013, Banda Aceh.
·         Merina, E., 2008, Gambaran Pemeriksaan ABR dan Timpanometri Pasien Celah Bibir dan Langit-langit serta Faktor-faktor yang Mempengaruhinya di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita Jakarta.
·         Anonim, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
·         Anonim, 2013, Pembelajaran Kelainan Konginental, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang.
·         Hidayat, S., 2014, Penanganan Bayi dengan Kelainan Konginental dan Konseling Genetik, Bandung.
·         Handimulya, D., 2005, Penyakit Jantung Bawaan, Jakarta.